Selasa, 29 September 2009

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) diare

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Pokok Bahasan : Penyakit diare pada balita
Sub Pokok Bahasan : Pencegahan dan Tindakan Untuk Menangani Diare

Sasaran : Ibu yang memiliki anak balita

Waktu : 30 menit

Tempat : Puskesmas

Tujuan Instruksional Umum :

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pencegahan dan tindakan untuk menangani diare selama 1 x tatap muka diharapkan tidak terjadi lagi diare berulang.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit tentang pencegahan dan tindakan untuk menangani diare diharapkan ibu mampu :

1. Ibu mengetahui pengertian diare

2. Ibu memahami faktor penyebab terjadinya diare

3. Ibu memahami tanda kekurangan cairan

4. Ibu memahami hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah diare.

5. Ibu memahami kriteria penderita yang harus dibawa ke unit pelayanan kesehatan

6. Ibu memahami pertolongan pertama yang perlu dilakukan kepada orang yang terkena diare.

Tahap Kegiatan Media
1. Pembukaan ( 10 menit )

  1. Perkenalan
  2. Menjelaskan tujuan
  3. Apersepsi dengan cara menggali pengetahuan yang dimiliki ibu tentang diare.

2. Pelaksanaan ( 15 menit ).

  1. Menjelaskan materi tentang diare.
  2. Ibu menanyakan tentang hal-hal yang belum jelas

3. Penutupan ( 5 menit).

  1. Menyimpulkan materi.
  2. Mengevalusi ibu tentang materi yang telah diberikan
  3. Mengakhiri pertemuan.

Materi

DIARE PADA BALITA

Diare merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan dehidrasi. Diare di negara – negara berkembang merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kematian pada anak, oleh sebab itu WHO sampai saat ini masih berjuang untuk mengatasi adanya diare dan sampai sekarang ini sudah menunjukan adanya kemajuan dalam mengurangi adanya kasus diare.

Diare adalah suatu gangguan saluran pencernaan berupa perubahan frekuensi buang air besar serta bentuk dan konsistensi tinja yaitu frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari, tinja lebih encer atau cair, peningkatan berat tinja lebih dari 200 gram perhari.

Diare itu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor Penyebabnya diantaranya :

1. Peradangan usus karena zat – zat kimia seperti bakteri, parasit, jamur, amuba dan infeksi virus.

2. Makanan pedas, basi, tidak higienis, tidak matang dan kekurangan vitamin.

3. Alergi terhadap obat – obatan atau jenis makanan tertentu.

4. Gangguan emosional, karena rasa tegang dan kelelahan.

5. Penyakit – penyakit tertentu yg mempengaruhi dan mengganggu saluran cerna seperti tumor, infeksi diluar usus, kekebalan tubuh yg menurun.

Adapun tanda – tanda bahaya seseorang yang mengalami kekurangan cairan tubuh yaitu:
1. Rasa haus
2. Hilangnya selera makan
3. Turunnya berat badan
4. Kulit, bibir dan lidah kering.
5. Mata tampak besar dan cekung.
6. Menangis tetapi tidak keluar air mata.
7. Tubuh lemah.
8. Suara lemah, sulit bernafas.
9. Nadi lemah dan cepat.
10. Perabaan kulit dingin.
11. Air kencing sedikit dan berwarna lebih gelap atau anak jarang kencing.
12. Tanda – tanda penurunan kesadaran atau disertai kejang.

Setelah kita mengetahui tentang faktor dan tanda – tanda diare, kita bisa mencegah diare agar kita bisa terhindar dari pengakit diare. Diare dapat dicegah dengan melakukan hal – hal seperti berikut :
1. Menggunakan air yang bersih dan higienis untuk keperluan sehari-hari.
2. Waspada terhadap makanan yang akan dimakan.
3. Mencuci sayuran, daging dan buah – buahan.
4. Minum air dan makan – makanan yang sudah dimasak.
5. Mencuci tangan dan kuku sebelum makan.
6. Menyimpan alat – alat bermain anak ditempat yg bersih.
7. Menjaga kebersihan badan dan gizi yang cukup.
8. Mencuci tangan setelah buang air besar.
9. Buang air besar dijamban yang sehat.
10. Menjaga kebersihan lingkungan.

11. Jangan jajan sembarangan (sembarang tempat).

12. Jangan tergiur dengan jajanan yang memiliki warna yang sangat mencolok.dilihat dulu kebersihan dan keamanan makanannya.

Kriteria penderita diare yang harus dibawa ke Unit Pelayanan Kesehatan :

Diare yang sering dan banyak sehingga minum tidak dapat mengimbangi cairan yg keluar lewat diare.
1. Diare bercampur lendir dan darah.
2.. Lemah, tidak mau makan.
3. Muntah terus walaupun dicoba diberi minuman sedikit – sedikit dan sering.
4. Diare 2 hari atau lebih.
5. Diare disertai demam.
6. Kekurangan cairan tubuh.

Akibat diare tubuh kehilangan banyak air dan garam. Orang dapat meninggal akibat kekurangan air dan garam yang terlalu banyak, terutama pada bayi dan anak. Bila menemui seseorang yang memiliki kriteria dan tanda – tanda seperti diatas. Maka pertolongan pertama yang perlu dilakukan adalah :
1. Memberi larutan oralit atau penggantinya misalnya larutan gula garam.
2. Asi tetap diberikan bila anak masi menyusu.
3. Memberi makanan lunak dan mudah dicerna dengan kadar cairan yang lebih banyak.

Jika diare yang dialami anak tidak juga sembuh atau semakin parah maka harus segera dibawa ke Unit Pelayanan Kesehatan.


Media
1. LCD

2. Laptop

Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

DAFTAR PUSTAKA


Suriadi dan Rita Yuliani (2001).
Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta : Sagung Seto.
Ngastiyah. (2000). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Ros
a M Sacharin. (1999). Prinsip Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

http://www.ericsatriawan.co.cc/2008/09/satuan-acara-pembelajaran-mata-kuliah.html




SATUAN ACARA PENYULUHAN

Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah KIP / K


DISUSUN OLEH :

Rani Dini Pertiwi

P 17324408039

Jalum 1 B

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES BANDUNG

PERWAKILAN JURUSAN KEBIDANAN

KARAWANG

2009

Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB ) dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA )

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.

Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana hak - hak pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.

Jika terjadi suatu kesalah fahaman atau ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan bidan / TENKES, bidan berhak menerima perlindungan hukum dari Majelis Pertimbangan Etika Bidan, atau Majelis Pertimbangan EtikaProfesi.

B. TUJUAN

a. Tujuan Umum :

Untuk memenuhi salah satu tugas Etika Profesi oleh Ns. Lia Komalasari, S. Kep.

b. Tujuan khusus :

Memahami tugas dan fungsi MPEP (Majelis Pertimbangan Etik Profesi) dan MPKE (Majelis Pertimbangan Kode Etik).

C. RUMUSAN MASALAH

D. METODE PENULISAN

Dalam makalah ini metode penulisan yang digunakan ialah metode kepustakaan, karena sumber yang digunakan diambil dari buku – buku. Selain itu sumber yang digunakan juga didapat dari internet.

E. SISTEMATIKA PENULISAN


BAB II

PEMBAHASAN

Etika berasal dari bahasa Yunani. Menurut etimologi berasal dari kata ETHOS yang artinya kebiasaan atau tingkah laku manusia. Dalam bahasa Inggris disebut ETHIS yang artinya sebagai ukuran tingkah laku atau prilaku manusia yang baik, yakni tindakan manusia yang tepat yang harus dilaksanakan oleh manusia itu sesuai dengan etika moral pada umumnya. Etika merupakan suatu cabang ilmu filsafat yang mengatur prinsip-prinsip tentang moral dan tentang baik buruknya suatu perilaku.

Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik professional.

Sedangkan Kode etik itu sendiri adalah suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.

Kode etik merupakan norma-norma yang harus dilaksanakan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan di dalam kehidupan di masyarakat.

Maka secara sederhana juga dapat dikatakan bahwa etika adalah disiplin yang mempelajari tentang baik buruknya sikap tindakan atau perilaku.

Tujuan kode profesi adalah :

1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi

2. Untuk menjunjung tinggi dan memelihara kesejahteraan para anggotanya

3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi

4. Untuk meningkatkan mutu profesi

Di dalam pelaksanaannya penetapan kode etik IBI harus dilakukan oleh Kongres IBI. Hal ini terjadi karena kode etik suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi, jika semua orang menjalankan profesi yang sama tersebut tergabung dalam suatu organisasi profesi. Hal ini menjadi lebih tegas dengan pengertian bahwa apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi maka secara otomatis dia tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan profesi. Apabila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik maka barulah ada suatu jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sangsi dalam menjalankan tugasnya.

Sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan di bantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia. Dalam organisasi IBI terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA).

A. PENGERTIAN

Majelis Etika Profesi merupakan badan perlindungan hokum terhadap para bidab sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi pemyimpangan hokum.

Realisasi majelis etika profesi bidab adalah dalam bentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota).

B. LATAR BELAKANG

Latar belakang dibentuknya MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) adalah adanya unsur– unsur pihak yang terkait :

1. Pemeriksaan pelayanan untuk pasien

2. Sarana pelayanan kesehatan

3. Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan

Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah ubtuk menetukan standar profesi, prosedur yang baku dank ode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota).

Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM), yang meliputi :

1. Kepmenkes RI no554/menkes/Per/XII/1982

Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.

2. Peraturan Pemerintah no.1 tahun 1988 Bab V Pasal 11

Pembinaan dan Pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Mentri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.

3. Surat Keputusan Mentri Kesehatab no. 640/Menkes/per/XI/1991

tentang pembentukan MP2EPM.

C. TUJUAN

Tujuan dibentiknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan.

Dengan kata lain, untuk memberikan keadilan pada bidan bila terjadi kesalahpahaman dengan pasien atas pelayanan yang tidak memuaskan yang bisa menimbulkan tuntutan dari pihak pasien. Dengan catatan, bidan sudah melakukan tugasnya sesuai dengan standar kompetensi bidan dan sesuai dengan standar praktek bidan.

D. LINGKUP

Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi :

1. Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai dengan standar profesi pelayanan bidan (Kepmenkes no. 900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002

2. Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan pelaksanaan praktek termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktek bidan sesuai dengan standar praktek bidan, standar profesi dan standar pelayanan kebidanan, juga batas – batas kewenangan bidan.

3. Membuat pertimbangan bila terjadi kasus – kasus dalam praktek kebidanan.

4. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hokum kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan.

E. PENGORGANISASIAN

Pengorganisasian Majelis Etika Kebidanan adalah sebagai berikut :

1. Majelis Etika Kebidanan merupakan lembaga orgabisasi yang mandiri, otonom dan non structural

2. Majelis Etika Kebidanan dibentuk di tingkat provinsi dan pusat

3. Majelis Etika Kebidanan pusat berkedudukan di ibukota Negara dan Majelis Etika Kebidanan Profinsi berkedudukan di ibukota provinsi

4. Majelis Etika Kebidanan pusat dab profinsi dibantu oleh sekretaris

5. Jumlah angggota masing – masing terdiri dari lima orang

6. Masa bakti anggota Majelis Etika Kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya, jika berkedudukan evaluasi masalah memenuhi ketentuan yang berlaku maka anggota tersebut dapat dipilih kembali.

7. Anggota Majelis Etika Kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh Mentri Kesehatan.

8. Susunan organisasi Majelis Etika Kebidanan terdiri dari :

1. Ketua dengna kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang hukum

2. Sekretaris merangkap anggota

3. Anggota Majelis Etika Bidan

F. PERAN

Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB ) dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA ) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.

G. FUNGSI

Dewan Pertimbangan Etika Bidan ( DPEB ) dan Majelis Pembelaan Anggota ( MPA ) memiliki fungsi antara lain :

1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan Pengurus Pusat

2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara berkala

3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas Pengurus Pusat

4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan kebutuhan.

H. TUGAS

MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam IBI tingkat nasional. MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.

DPEB dan MPA memiliki tugas antara lain :

1. Mengkaji

2. Menangani

3. Mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dalam praktek kebidanan yang berkaitan dengan permasalahan hukum.

Dalam menjalankan tugasnya, sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan dibantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia.

Tugasnya secara umum ialah :

1. merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus pusat.

2. melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala.

3. memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.

4. membentuk tim teknis sesuai kebutuhan,tugas dan tanggung jawabnya ditentukan pengurus.

Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meliputi :

1. Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan

2. Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan

3. Permohonan secara tertulis dan disertai data-data

4. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke Majelis Etik Kebidanan pada tingkat pusat

5. Sidang Majelis Etik Kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanan sidang menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.

6. Keputusan paling lambat 60 hari, dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang

7. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.

I. KEANGGOTAAN

Keanggotaan MPEB dan MPA terdiri dari :

1. Ketua

2. Sekretaris

3. Bendahara

4. Anggota


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Majelis Etika Profesi merupakan badan perlindungan hokum terhadap para bidab sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi pemyimpangan hukum.

Realisasi majelis etika profesi bidab adalah dalam bentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota).

Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB ) dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA ) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.

Dewan Pertimbangan Etika Bidan ( DPEB ) dan Majelis Pembelaan Anggota ( MPA ) memiliki fungsi antara lain :

1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan Pengurus Pusat.

2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara berkala

3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas Pengurus Pusat

4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan kebutuhan.

B. SARAN

Dalam upaya mendorong profesi keperawatan dan kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan / kebidanan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan atau kebidanan.


C.

KEWAJIBAN BIDAN INDONESIA

A. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat

1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.

3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.

5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajart kesehatannya secara optimal.

B. Kewajiban bidan terhadap tugasnya

1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat

2) Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan

3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien

C. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya

1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.

2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

D. Kewajiban bidan terhadap profesinya

1) Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat

2) Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

E. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri

1) Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik

2) Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

3) Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.

F. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air

1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.

2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga

Hak bidan :
a. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
b. Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan.
c. Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan,dank ode etik profesi.
d. Bidan berhak atas privasi / kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien,keluarga ataupun profesi lain.
e. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
f. Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
g. Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.

STANDAR KOMPETENSI BIDAN

Kompetensi ke 1 :

Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.

Pra Konsepsi, Kb, Dan Ginekologi

Kompetensi ke-2 :

Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.

Asuhan Dan Konseling Selama Kehamilan

Kompetensi ke-3 :

Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.

Asuhan Selama Persalinan Dan Kelahiran

Kompetensi ke-4 :

Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.

Asuhan Pada Ibu Nifas Dan Menyusui

Kompetensi ke-5 :

Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.

Asuhan Pada Bayi Baru Lahir

Kompetensi ke-6 :

Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

Asuhan Pada Bayi Dan Balita

Kompetensi ke-7 :

Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).

Kebidanan Komunitas

Kompetensi ke-8 :

Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.

Asuhan Pada Ibu/Wanita Dengan Gangguan Reproduksi

Kompetensi ke-9 :

Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN

Standar I : Metode Asuhan

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah: Pengumpulan data dan analisis data, penegakan diagnosa perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.

Definisi Operasional :

1. Ada format manajemen asuhan kebidanan dalam catatan asuhan kebidanan.

2. Format manajemen asuhan kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana asuhan, catatan implementasi, catatan perkembangan, tindakan, evaluasi, kesimpulan dan tindak lanjut kegiatan lain.

Standar II : Pengkajian

Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Definisi Operasional :

Ada format pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus, yang meliputi data :

1. Demografi identitas klien

2. Riwayat penyakit terdahulu

3. Riwayat kesehatan reproduksi :

- Riwayat haid

- Riwayat bedah organ reproduksi

- Riwayat kehamilan dan persalinan

- Pengaturan kesuburan

- Faktor kongenital/keturunan yang terkait

4. Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi

5. Analisis data

Standar III : Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.

Definisi Operasional :

1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan hasil analisa data.

2. Diagnosa kebidanan dirumuskan secara sistematis.

Standar IV : Rencana Asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.

Definisi Operasional :

1. Ada format rencana asuhan kebidanan.

2. Format rencana asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa, berisi rencana tindakan, evaluasi dan tindakan.

Standar V : Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan diagnosa, rencana dan perkembangan keadaan klien.

Definisi Operasional :

1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.

2. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.

3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi.

4. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan etika dan kode etik kebidanan.

5. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

Standar VI: Partisipasi Klien

Klien dan keluarga dilibatkan dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Definisi Operasional :

1. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang :

- Status kesehatan saat ini

- Rencana tindakan yang akan dilaksanakan

- Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan

- Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan

- Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan

2. Klien dan keluarga dilibatkan dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan dalam asuhan.

3. Pasien dan keluarga diberdayakan dalam terlaksananya rencana asuhan klien

Standar VII : Pengawasan

Monitor/pengawasan klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.

Definisi Operasional :

1. Adanya format pengawasan klien.

2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus dan sistimatis untuk mengetahui perkembangan klien.

3. Pengawasan yang dilaksanakan dicatat dan dievaluasi.

Standar VIII: Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tindakan kebidanan dan rencana yang telah dirumuskan.

Definisi Operasional :

1. Evaluasi dilaksanakan pada tiap tahapan pelaksanaan asuhan sesuai standar.

2. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

Standar IX : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan.

Definisi Operasional :

1. Dokumentasi dilaksanakan pada setiap tahapan asuhan kebidanan.

2. Dokumentasi dilaksanakan secara sistimatis, tepat, dan jelas.

3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.